PART
1
Hari ini tanggal 27
November 2013. Tepat dua bulan sudah aku berada di sebuah kota bernama
Toyohashi. Meski baru dua bulan, ada begitu banyak cerita menarik yang
kudapatkan. Banyak fenomena dan momentum yang terlalu sayang untuk tidak
diabadikan dalam tulisan. Maka aku pun memutuskan untuk menuangkan pengalaman
dua bulan pertamaku di sini....
---
Haha, serius amat sih paragraf pertamanya. Capek juga pake
bahasa serius begitu, ganti mode yang agak nyantai deh, hihi. Di tulisan ini
aku akan merangkum dengan singkat event-event
menarik selama dua bulan pertamaku di sini. Mulai dari welcome party, festival, dll. Banyak banget deh! Karena saking
banyaknya, makanya gawat kalo nggak segera didokumentasiin, keburu lupa ntar (sekarang aja memorinya udah mulai samar-samar gitu). So, sudah siap menyimak? Here we go!
Recycling Day (Kaikan, 3 Oktober 2013)
Recycling
Day? Apaan tuh? Itu adalah hari dimana kami bagaikan memulung barang-barang
bekas, mulai dari tempat tidur, lemari, sepeda, peralatan elektronik, hingga
segala macam peralatan dapur. Di acara itu kami saling berebut barang yang
diinginkan. Serius!
Hm,
sebenernya nggak rebutan beneran sih. Jadi nih prosedurnya, semacam pelelangan
gitu. Pertama, panitia menunjuk barang yang akan diperebutkan, misal TV. Siapa
yang mau langsung angkat tangan. Nah yang kepengen tuh TV kan mestinya nggak cuma
satu orang, so mereka yang bersangkutan akan diberi tantangan. Mereka-mereka
akan saling dipertarungkan. Bukan tarung adu jotos gitu sih, tapi jan kem pon alias suit a.k.a pingsut ala
Jepang. Penantang terakhir yang berhasil mengalahkan lawan-lawannya lah yang
berhak mendapatkan si barang idaman tersebut. Kalo barang pertama dah laku,
lalu berlanjut ke barang kedua, ketiga, dan seterusnya.
Mungkin
ada yang berpikir begini. "Idiih, barang bekas. Amit-amit deh!"
Jangan
salah, di sini yang namanya barang bekas bukan berarti rongsokan. Meskipun bekas,
barang-barang terebut masih dalam kondisi bagus dan layak pakai. Beneran bagus,
nggak pake acara nipu-nipu segala kok. Ini Jepang gitu lho! Nipu? Gengsi lah!
Sekedar
info, berebut barang bekas alias second di
sini bukan sesuatu yang memalukan. Hal itu sudah menjadi sesuatu yang biasa. Mulai
dari baju bekas hingga elektronik. Ada lho toko yang khusus menjual barang second (my favorite destination banget lah!).
Di Jepang,
membuang peralatan elektronik dan barang-barang bekas itu biasanya malah dikenai
biaya yang nggak sedikit. So,
beberapa orang pun berpikir daripada harus bayar mahal, mending dikasihin orang
lain. Simbiosis mutualisme kan, sama-sama seneng, sama-sama enak. Hehe....
Di hari
itu aku tentunya juga punya barang inceran dong. Maklum, diriku kan dateng ke
Jepang dengan barang bawaan seadanya. Mumpung ada obral barang bagus gratis,
kenapa enggak? Kesempatan yang pastinya sayang untuk dilewatkan!
Dan,
alhamdulillah... dari recycling day
aku dapet beberapa barang. Yang pertama adalah microwave. Sebenernya aku udah kebagian microwave sih dari temen-temen PPI. Tapi karena kegedean, aku
pengen ganti sama yang agak kecilan. Terus yang kedua dapet TV. Kalo soal TV,
ceritanya panjang.
Jadi
begini nih. Sebenernya aku nggak ngincer TV. Realistis aja, kamarku kan cuma kecil
bakal ribet kalo kebanyakan barang. Tapi kebetulan ada temenku orang Indonesia yang
ketiban hoki berupa TV dari Recycling Day itu, padahal dia udah punya TV. Nah
berhubung dapet TV yang lebih seksi dan mempesona, dia berencana membuang TV
lamanya dengan menawarkan ke temen-temen Indonesia lainnya. Tapi entah kenapa nggak ada satupun yang
bersedia menerima tawaran itu dengan alasan yang mungkin kurang lebih sama
kayak aku. Jelas aja, you know what,
tu TV ukurannya segedhe gaban! Akhirnya jadilah ia terbengkalai tanpa ada yang
menampung.
Tapi,
yah, bukan aku namanya kalo tega ngeliat suatu kemubadziran. Dengan berat hati (padahal senengnya selangiiitt!!) kuadopsi
TV itu dengan membawanya ke kamar sempitku. (Makasih buat temenku yang udah berbaik hati ngangkatin TV sendirian dari lantai 1 ke kamarku di lantai 3).
Bismillah,
semoga berkah ya... :)
Welcome Party (Kaikan, 5 Oktober 2013)
Kalo
nggak salah inget, ini adalah event
pertama yang kuikuti di sini setelah Recycling Day (itu mah namanya bukan pertama kali tauk!). Eh sebelumnya ada event lain dink di hari keduaku dateng
ke Jepang, KOCA namanya. Aku lupa itu singkatan dari apaan, yang jelas itu
semacam tradisi presentasi ilmiah dari PPI-TY (Persatuan Pelajar Indonesia
Toyohashi). Waktu itu aku sih cuma dateng aja ikut nonton, sambil kenalan sama
temen-temen PPI-TY lah ya. Anak baru gitu, setor muka dulu deh sama senior....
:P
Oke,
well, back to Welcome Party. Acara dilangsungkan bakda Maghrib di ruang
pingpong Kaikan. Kaikan adalah sebutan lain dari International House, asrama
milik kampus khusus mahasiswa internasional, tempat kami tinggal. Sesuai dengan
namanya, acara ini dibikin untuk menyambut para penghuni baru asarama dari
berbagai macam negara, mulai dari Indonesia, Malaysia, Turki, Afghanistan,
Belanda, Belgia, Meksiko, dan Rumania. Dan namanya juga welcome party, so acaranya ya gitu-gitu aja sih. Perkenalan, makan,
games, diiringi dengan musik.
Oya,
ada sedikit hal yang menarik buatku. Perlahan aku mulai memahami kalo Jepang
adalah negara yang bisa menghormati keyakinan setiap orang. Di acara ini
contohnya. Panitia mengupayakan untuk menyajikan makanan yang aman dimakan
untuk para Muslim. Well, meski mereka
nggak sepenuhnya paham dengan maksud dari makanan HALAL sih (sebagian dari mereka mengartikan halal
hanya sebatas tanpa kandungan babi dan alkohol). Tapi setidaknya, upaya
mereka untuk menyediakan makanan halal patut diacungi jempol.
Gikadaisai (TUT, 12-13 Oktober 2013)
Gikadaisai,
alias TUT Festival (buat yang belum tau,
TUT itu nama kampusku, kepanjangan dari Toyohashi University of Technology). Festival
kampus gitu deh... kalo kubilang sih semacam bazar gitu yang dimeriahkan dengan
beberapa pertunjukan on stage. Acara ini
dibuka untuk umum. Siapa aja boleh dateng.
Nah di
acara ini, tiap-tiap warga kampus diberi kesempatan untuk berpartisipasi. Dan
kami, keluarga PPI -TY nggak mau ketinggalan dong! Kami pun membuat stan yang
diberi nama "Indonesian Village."
Stan
kami menjual makanan khas nusantara dan juga suvenir. Nggak cuma itu, kami juga
membuka semacam photo corner buat
mereka yang mau foto dengan kostum tradisional Indonesia.
Nggak
tau gimana ceritanya, selama gikadaisai aku kebagian jualan suvenir. Mana seringnya
sendirian pula! Padahal bahasa Jepangku acak adut, jadi kadang komunikasinya
pake bahasa tarzan. Dan kalo udah darurat, baru deh terpaksa nyeret temenku
buat bantuin ngomong, hihi.
Selain
punya spesialisasi baru sebagai penjual suvenir, aku jadi tukang make up dadakan. Bukan make up sih sebenernya, penata kostum
lebih tepatnya. Lha abisnya selalu aku deh yang disuruh makein kostum buat
pengunjung yang pengen foto pake baju adat. Padahal tau cara makenya aja
enggak! Jadi ya terpaksa belajar dadakan. Yah, lumayan lah dapet ilmu baru. Dan
hasilnya nggak jelek-jelek amat kok! Hehe, mau coba? ^_^
Hm, ternyata
baju Minang paling laku di antara baju-baju adat lainnya. Mungkin karena baju Minang
itu unik dan "ribet" makanya paling menarik.
Ada
beberapa hal menarik yang kudapatkan dari acara ini. Tapi cuma keinget dua nih,
maklum nggak langsung kutulis sih, hiks....
Yang
pertama adalah masalah kebersihan. Meskipun pengunjungnya banyak, tapi
kebersihan lokasi tetap terjaga. Nggak ada tuh yang namanya sampah bertebaran
dimana-mana. Kalopun ternyata ada sampah tercecer, itu karena terbawa angin. Maklum,
angin di Toyohashi kencengnya parah. Tapi itupun nggak banyak.
Yang
kedua, higienitas. Lha apa bedanya sama kebersihan? Hihi, maksudku higienitas
makanan. Panitia sangat menjaga kualitas dan higienitas makanan yang dijual di acara
tersebut. Buat orang Indonesia yang terbiasa agak jorok untuk urusan makanan,
mungkin ini sesuatu yang merepotkan. Gimana enggak, apa-apa diatur. Misalnya nih,
saat mengolah makanan, tangan nggak boleh bersentuhan langsung dengan makanan. Lha
trus pake apa donk? Pake sarung plastik. Di Indonesia mah boro-boro... tangan
bekas megang duit lusuh aja dipake buat ngublek-ngublek
makanan.
Panitia
bahkan menyediakan cairan antiseptik atau apalah namanya buat mensterilkan
tangan. Keren nggak tuh? Oya satu lagi, makanan yang disajikan harus "fresh from the oven" . Dengan
kata lain adalah makanan yang diolah hari itu juga, bukan yang makanan kemarin.
Nah lho... ribet banget ya? Ah kalo kata aku nggak juga. For me, it's really amazing! Nice.
Well, udahan dulu ah pembahasan tentang
Gikadaisai. Terakhir, kututup dengan sebuah video hasil rekamanku. Check this out!
(Eh aduh, ini videonya gagal dimuat. Ntar kapan-kapan deh insya Allah menyusul yak!)
Idul Adha (15 Oktober 2013)
Alhamdulillah,
meskipun hidup di negeri dimana Muslim menjadi minoritas, aku pun bisa
merasakan hari raya. Pagi-pagi udah berangkat ke masjid tempat dilaksanakannya
sholat ied. Setauku sih, shalat hari raya itu lebih utama dilaksanakan di
lapangan terbuka. Tapi di sini nggak ada lapangan yang available, so di masjid pun nggak masalah. Ada masjid aja udah
bersyukur kok!
Shalat
ied dipimpin oleh imam yang entah dari mana aku lupa, tapi sih kayaknya daerah
Timur Tengah deh. Selama shalat ied berlangsung, aku cuma duduk di belakang
shaf perempuan. Yah, belum rezekinya nih shalat ied di negeri orang. Nggak papa
lah, insya Allah masih ada lain waktu, hehe.
Tapi,
nggak sholatnya aku nggak mengurangi suka citanya lebaran. Ketemu
saudara-saudara Muslim dari berbagai negara, gimana nggak seneng? Muslim gathering. Ngobrol sambil
menikmati hidangan dari berbagai macam negara, masakan buatan masing-masing
untuk dimakan rame-rame. Asik nggak tuh? Tapi ya, ehem, aku sih nggak bawa
makanan. Maklum, anak baru.... :3
Selese
sholat ied, aku cuma sempet nimbrung dan makan sebentar. Sebenernya pengeennn
banget lama-lama di sana. Sayangnya, keburu ada kelas pagi. So, terpaksa deh
nggak bisa ikutan gathering-nya sampe
akhir. Tapi aku nggak perlu terlalu bersedih hati, karena di malam hari raya
ada undangan gathering yang lain.
Keluarga Indonesia. Horee!!
Masih
dalam nuansa Idul Adha, beberapa hari kemudian, ada kiriman mendadak berupa
daging sapi. Padahal aku kan nggak qurban lho. Ternyata daging itu dari salah
seorang keluarga PPI-TY yang berqurban, trus dibagi deh ke kita-kita.
Alhamdulillah....
Tapi
hebatnya aku (kepedean mode: ON),
meskipun gak bisa masak, tuh daging berhasil kuubah menjadi masakan lho! Hehe.
Bermodalkan bumbu kare instan kiriman dari ibu, jadilah sepanci kare daging
sapi yang cukup untuk dimakan rame-rame sama tetangga. Well, rasanya sih nggak oke-oke banget, tapi alhamdulillah habis
dimakan sama mereka tanpa ada yang protes tentang gimana rasanya dan penampilannya
yang acak adut... ^_^ Success!!
Indonesian Welcome Party (Kaikan, 19
Oktober 2013)
There was another welcome party! Kali
ini welcome party internal keluarga
Indonesia aja. Seru sih, asik. Jadi semakin kenal sama keluarga baruku di sini.
Tapi,
I will be blunt aja deh. Yang namanya
welcome party adalah untuk menyambut
tamu baru, dimana seharusnya mereka diservis (emang sepeda diservis?) sedemikian rupa oleh para pendahulu, kan?
Tapi hebatnya orang Indonesia, anak baru malah dibebani jadi panitia. Aku yang
nggak bisa masak ini tanpa babibu
ditunjuk sebagai koordinator tim masak. Mantep nggak tuh? No offense. Jadi semacam OSPEK
gitu. Sebenernya sih kalo aku, nggak masalah karena dengan begitu aku malah
tertantang untuk belajar dan menjajal kemampuan memasak. Tapi kalo welcome party sengaja di-setting sebagai OSPEK itu lain cerita.
Well, yeah... aku rada sensitif kalo
ngomongin soal itu. Maklum dari dulu nggak pernah suka sama budaya orang Indonesia
yang namanya OSPEK. Berdalih mendewasakan, buatku itu nggak beda sama yang
namanya penjajahan. Hanya menciptakan generasi yang menyukai penindasan dan
tunduk dalam ketakutan. (Haduh, aku nih
ngomong apa sih? Gini deh kalo udah ngomongin OSPEK, jadi terbawa esmosi.)
Hm,
dari welcome party, jadi malah
ngomongin OSPEK. Ya udah lah, daripada makin panas dan makin melenceng kusudahi
aja deh bahasanku tentang ini, hehe. Let's
continue to the next story!
Toyohashi Festival
(Toyohashi City, 19 Oktober 2013)
Malam
harinya, di hari yang sama dengan Indonesian
welcome party, ada acara lagi yang namanya Toyohashi Festival. Aku nggak
terlalu paham awalnya, cuma diajakin temenku aja buat ngeramein. Katanya ntar
kami disuruh ikutan nari dalam parade, semacam flash mob gitu lah. Akhirnya kuiyain aja, mumpung di Jepang, jadi
bisa mengenal budaya dan kehidupan setempat lebih dekat.
Untuk
menuju lokasi, yaitu Toyohashi City, kami berangkat bareng-bareng naik mobil ke
stasiun buat pindah kereta. Sebenernya dalam kondisi normal, lokasi bisa
dicapai dengan mobil atau bus. Tapi karena ada festival, dikhawatirkan bakal
kena macet dan nggak kedapetan tempat parkir.
Sampe
di lokasi, kami hampir telat. Duh, malu. Segera kostum yukata dari panitia kami
pake dengan cepat lalu bergabung dengan barisan. Then we started the dance!
Kami
nari di jalanan sekitar satu setengah jam lamanya, di bawah guyuran hujan yang
mulai turun membasahi kami. Tapi hebatnya, hujan nggak menghentikan parade.
Acara tetep jalan setelah panitia bagi-bagi mantel plastik.
Sekitar
jam 20.30 parade berakhir, banzai!! Setelah
itu kami nggak langsung pulang, karena mau ditraktir makan malem sama
panitianya. Fufufufuu, itadakimasu!
Sekedar
info, kalo kata sensei, ada secara
garis besar ada dua jenis festival atau matsuri
di Jepang. Yang pertama adalah pemujaan terhadap dewa, dan satu lagi adalah
festival biasa yang diadakan oleh pemerintah atau organisasi setempat. Nah
makanya itu harus itu harus hati-hati. Tapi tenang, insya Allah, Toyohashi
Festival yang aku ikutin ini termasuk kategori yang kedua kok (menurut sensei sih, semoga bener).
Tahara Festival (Tahara,
27 Oktober 2013)
Ada pengumuman
baru di website universitas: Tahara Festival. Kampus membuka lowongan buat
mahasiswa internasional yang mau berpartisipasi dalam acara di kota Tahara
tersebut. Festival itu nanti, para peserta akan mengikuti parade dengan memakai
pakaian nasional. Wow!! Kalo urusan ini mah, Indonesia jagonya. You know what, dari total peserta yang
mendaftar, bisa dibilang 98% persennya adalah orang Indonesia. Yah, sekitar 20
orang lah yang ikutan. Mantafff....
Ehm, meskipun aku orang Jawa, tapi di
festival kali ini aku pake baju daerah lain. Habisnya aku nggak bawa kebaya sendiri
dari Indonesia sih. Alhasil kupinjem aja tuh koleksi baju adat punya PPI-TY. Dan
atas rekomendasi temen, pilihanku pun jatuh pada baju adat Minang. Yaa, boleh lah....
Tapi
apesnya aku, tuh baju ada pasangannya. Padahal baju Minang yang kupake itu kan
baju pengantin. Duh, gawat, aku kan masih single!
(Apa hubungannya coba?)
Hari-H festival, para peserta berangkat bareng naik bus yang
disediain sama kampus. Sebelum turun ke jalan, kami diampirin ke suatu tempat
buat ganti kostum. Daannn, kostum yang paling ribet ada kostum pilihanku,
terutama di bagian sanggulnya. Harus dipasang kuat-kuat, kalo nggak bakalan
rubuh tuh.
Selesai
berganti kostum, kami segera bergabung ke rombongan parade lain. Yah, paradenya
mirip-miriplah sama Toyohashi Festival. Bedanya, di festival kali ini kami cuma
jalan aja, nggak pake acara nari-nari. Nggak kebayang deh kalo harus nari pake
baju Minang begitu. Cuma jalan biasa aja udah pengen nangis. Dikit-dikit aku
harus megangin sanggul setiap kali angin bertiup. (Kalo kata temenku, sanggul taifun cakrawala! Hihi....) Lalu dikit-dikit
ngebenerin sanggul yang mulai miring-miring nggak karuan. Belum lagi bawahan
roknya yang mulai ikutan mencong-mencong. Arghhh!!!!
Parade pun berakhir setelah berlalu sekitar dua jam (bener nggak ya?). Uwhh, rasanya lega
banget deh begitu acaranya selesai dan ganti kostum. Berasa melepas beban berat
di hati, halah.
Well, terlepas
dari ribetnya kostumku, pengalaman baru dan menyenangkan kudapatkan dari
festival tersebut. It was interesting! See
you on the next festival! ^_^
To be continued....
Meidwinna Saptoadi
Kaikan, 27 November 2013 23:58
Malam hari di musim gugur yang mulai mendingin....