Wajah putih itu menyembul dari balik selimut kumal berwarna
biru langit. Mata sayunya yang sipit khas orang Jepang mengerjap-ngerjap.
Seperti biasa, wajah lusuh itu akrab menyapa, mengucap selamat pagi. Sudah
berhari-hari kulihatnya tidur di ruangan ini dan baru terbangun saat aku datang
membuka ruangan. Berat ia angkat tubuh jangkungnya dari sofa yang entah sudah
berapa tahun lamanya teronggrok di sudut ruangan berukuran 8x16 meter ini.
Dengan langkah terseret ia berjalan menuju tengah ruangan, ke arah meja besar
dengan kertas, karton, gunting, dan juga lem yang terserak di atasnya. Hanya
dalam hitungan detik, wajahnya seakan mengeras. Tanpa peduli dengan rambut
hitam cepaknya yang masih acak-acakan, ia pun kembali tenggelam dalam pekerjaan
yang menyita hidupnya seminggu ini. Ah, lihatlah
wajah itu bercahaya...
Tiba-tiba aku teringat akan sebuah kisah tentang Baginda
Nabi saw. Pernah suatu ketika Rasulullah saw mencium tangan Sa'ad bin Muadz
demi melihat kedua tangan sahabatnya itu kasar karena bekerja keras.
"Inilah dua tangan yang dicintai Allah." Ya, dua tangan yang
digunakan untuk menjemput rezeki lebih Allah cintai daripada tangan yang halus
karena hanya berpangku tangan.
Di kota kecil tempatku menuntut ilmu ini, tak sedikit dari
mereka yang harus membanting tulang untuk biaya sekolah, memenuhi kebutuhan
sehari-hari, bahkan demi menafkahi keluarga. Mereka yang terpaksa membagi waktu
dan tenaga untuk bekerja sembari menempuh studi. Kegigihan yang selalu
membuatku kagum. Bukan kagum, lebih tepatnya iri. Bagaimana mereka bisa
bertahan? Coba bandingkan dengan diri ini. Datang untuk menuntut ilmu di Toyohashi,
kota kecil di sebuah negeri yang makmur bernama Jepang, tanpa kendala yang
berarti. Dengan beasiswa yang cukup, tak perlulah aku pusing soal finansial.
Kerja sampingan? Ah, buat apa? Tak ada yang perlu dipusingkan selain studi.
Tapi, bagaimana dengan keseriusanku? Sudahkah bekerja keras seperti yang
seharusnya? Main-main... jalan-jalan... kuliner... itu saja kan kerjaanku? Tak
malukah pada mereka?
Lihatlah mereka yang selalu bekerja keras. Gigih dan
pantang menyerah. Tak mengenal keluh dan kesah. Tidakkah kau lihat cahaya pada
wajah mereka? Ya, cahaya yang senantiasa memancarkan kehangatan. Cahaya yang
akan terus menerangi hidup mereka.
Jadi?
NB: Kepada
orang-orang yang bekerja keras, terima kasih atas semangat dan inspirasinya!
Terus dan teruslah bekerja... dan tetaplah bercahaya!
Toyohashi,
Jumat 9 Januari 2015