Monday, March 26, 2012

Berhati-hatilah Ketika Hendak Membeli Bensin



Kejadian naas itu (rada lebay sih) terjadi Senin sore tanggal 12 Desember 2011 di salah satu pom bensin di sudut kota Sleman. Musibah ini menimpa seorang mahasiswi Teknik Arsitektur UGM yang tak lain dan tak bukan adalah aku sendiri.

---

Kejenuhan rutinitas mendekam di studio tugas akhir (TA) setiap harinya membuatku selalu merindukan rumah. Home sick. Bagaimana tidak? Setiap jam delapan pagi hingga jam empat sore, para pejuang TA dikarantina di studio yang terletak di lantai dua kampus kami. Kami dipaksa duduk di depan layar PC, menggambar garis demi garis. Ada garis yang lurus, ada yang lengkung, bahkan ada yang patah-patah. (Penting yak?) Dan selama proses karantina itu kami sama sekali tidak diberi minum apalagi makan! (Ya iyalah, kalau mau makan beli sendiri..). Maka ketika sore hari tiba, ketika begitu bel tanda pulang berbunyi (nggak ada belnya kali Dwin!), tanpa pikir panjang kami buas menyerbu pintu keluar bagaikan harimau yang kelaparan. Harimau kelaparan yang berusaha meloloskan diri ke alam liar dari kungkungan ruang berukuran sekian kali sekian (aku lupa ukuran ruangnya) yang mengurung kami bagaikan penjara. Menyedihkan sekali bukan?

Aku, salah satu harimau betina kelaparan yang terpenjara (?), tak luput dari perilaku menyedihkan itu. Sore itu pun aku yang sangat merindukan alam liar eh maksudku merindukan rumah segera angkat kaki dari studio. Berlari secepat angin menuju tempat kumenambatkan mustang (baca : sepeda motor) kesayanganku, si Putih.

Pulang! Pulang! Pulang! Rumah! Rumah! Rumah! Hanya itulah yang memenuhi benakku sore itu. Namun rupanya, aku perlu menahan sedikit keinginan untuk segera tiba di rumah. Si Putih nampak kelaparan. Maka mampirlah aku di sebuah pom bensin untuk membelikannya pakan.

Wow antri, bo! Pikirku kecewa. Di stasiun khusus pengisian bensin sepeda motor yang terletak di sisi kiri pom terlihat antrian yang sangat panjang. Dalam hitungan detik, kedua tanganku refleks membelokkan si Putih ke kanan setelah memergoki adanya stasiun pengisian bensin untuk sepeda motor di sisi lain yang sangat lengang. Ya ampun orang-orang itu pada ngapain sih antri panjang-panjang di sebelah sana, wong di sebelah sini sepi. Pikirku polos (atau bodoh?) tanpa curiga sambil membuka tutup tangki bensin si Putih.

Si Putih makan dengan lahapnya saat mas-mas petugas pom bensin menyodorkan bensin padanya. Sementara aku dengan sabar menungguinya.

Tiba-tiba mataku tertuju pada layar yang menampilkan digit angka yang perlu kukeluarkan untuk membayar pakan si Putih. What?! Tiga puluh ribu? tanyaku dalam hati. Kaget.

“Anu Mas, tadi ngisinya nggak dari nol ya?” protesku pada si Petugas.

“Kan harga seliternya delapan ribu, Mbak..” jelasnya. Sementara digit-digit angka di layar harga terus bertambah.

“Hah?”

“Pertamax..” si Petugas kembali menjelaskan. Tepat saat angka harga berhenti di tiga puluh empat ribu.

ARRGGGHHHH!!! Kenapa nggak bilang sejak awal sih Mas??? Bilang donk!! Mana gue tempe kalau ini stasiun untuk pengisian Pertamax??!!
Mana belinya full tank pula!!? Teriakku keras-keras (tapi dalam hati dink) sambil membuka dompetku. Dan..

Oh No!! Teriakku sekali lagi (masih di dalam hati). Hanya ada lima lembar uang lima ribuan yang tersisa di dompet. Aku baru ingat, uang telah kuhabiskan untuk membeli kertas kalkir dengan hanya menyisakan dua puluh lima ribu rupiah. Jumlah yang lebih dari cukup untuk sekedar membeli premiumfull tank.

”A..a..anu mas, duit saya kurang.. i..ii.iini cuma ada dua puluh lima ribu..” kataku kemudian sambil terbata-bata. Panik (aslinya sih aku tetep stay cool gitu, tapi biar lebih ngena ke pembaca kubikin lebay gitu dehhh..).

“Saya bayar segini dulu, Mas. Setelah ini saya mau mencari bala bantuan dulu. Saya nggak kabur kok Mas..” lanjutku.

“Iya, Mbak..” jawabnya dengan nada mi-fa-mi. (nggak penting banget sih?)

“Saya parkirin motor saya di sebelah sono ya Mas..”

“Iya, Mbak..” jawabnya lagi (kali ini pun dengan nada mi-fa-mi) sambil menyodorkan selembar uang seribu. “Ini saya kembalikan seribu. Biar kekurangannya pas sepuluh ribu.”

“...”

---

Beberapa menit yang lalu, aku berhasil mengontak ibu setelah sebelumnya gagal mengontak adik tertuaku, Benk (bukan nama sebenarnya).

“Ibu sudah bilang Benk. Nanti dia yang nyusulin duit ke sana,” kata ibu mengakhiri perbincangan kami di telepon.

Menunggu. Hanya itu yang bisa kulakukan saat itu. Sementara rintik-rintik hujan mulai turun membasahi jilbab merah jambu yang kukenakan. Ah, rupanya langit pun ikut menangisi kemalanganku. Apakah langit ataukah Miss Gumiho si Siluman Rubah Betina yang menangis? Lho kok malah nyambung ke Gumiho sih?

Kubiarkan saja tetes-tetes air hujan yang lembut membelai tubuhku. (Mellow yak? Nggak juga sih, seru aja main hujan-hujanan. Lagian cuma gerimis kok.. :-P) Sementara tanganku mulai sibuk beralih pada ponsel mungilku. Mengetikkan huruf demi huruf pada layarnya. Bosen sih.. adikku belum dateng-dateng. Makanya aku sms temenku aja deh. Curhat.

Pada saat yang bersamaan, para petugas pom bensin yang sedang ngeyup tampaknya mulai resah melihat tingkahku. Iba. Yes! Strategiku berhasil! Eh?? Dari kejauhan kulihat salah seorang dari mereka berjalan ke arahku sambil memasang ekspresi : mesakke men to, cah wedok dhewean, udan-udanan.. Mungkin itulah yang dipikirkan si Petugas, tebakku asal (ge-er banget sih?).

”Mbak..” sapanya.

”Ya?”

”Mbak kurang sepuluh ribu ya?” tanyanya sopan.

”Iya, Mas..”

”Gini aja, Mbak ngutang dulu nggak papa kok.. Lebih baik Mbak sekarang pulang aja. Hujan..” katanya dengan melemparkan sorot mata kasihan.

”Beneran Mbak.. Mbak pulang aja, besok ke sini lagi. Boleh ngutang dulu kok. Seminggu..” lanjutnya. Ngotot.
”Nggak usah, Mas. Saya mau nunggu aja,” tegasku.

”Ya udah deh Mbak.. tapi ini hujan lho soalnya..” ujarnya menyerah sambil pergi meninggalkanku.

---

Dan.. Penantianku berujung indah. Adikku datang dengan mustang merahnya. ”Nih..” katanya sambil menyodorkan selembar uang lima puluh ribuan padaku.

”Hehe..” aku meringis menerima pemberiannya, ”makasih..”

Segera kuberlari menghampiri salah seorang petugas sambil menyerahkan uang tersebut. Alhamdulillah.. no debt anymore.. J

---

Tahukah Anda? Peristiwa naas di atas sebenarnya bukanlah yang pertama. Namun itu adalah kali kedua tertahannya aku di pom bensin. Lalu bagaimana kronologis kejadian yang pertama?

Alkisah. Bertahun-tahun yang lalu, pengalaman pertama terjadi gara-gara alasan yang lebih tidak masuk akal. Ketika itu, berbekal selembar uang seratus ribu, aku mampir di sebuah pom bensin. Aku percaya diri. Namun pada saat hendak membayar...

”Maaf Mbak, ini uangnya udah nggak laku..” kata si Petugas.

”Maksudnya?”

”Uangnya udah nggak laku..” ulangnya lagi.

”Hah, masa sih?” tanyaku tak percaya.

”Iya Mbak..”

”Lha trus?” aku masih tidak percaya.

”Yang dipakai sekarang yang ini..” ujarnya lagi sambil memperlihatkan selembar uang seratus ribuan yang berbeda dengan lembaran milikku.

”Masa sih Bu yang ini udah nggak laku??” tanyaku ngotot.

”Iya Mbak, uangnya Mbak udah lama ditarik dari peredaran..”

”Tapi...” (puyeng)

Alhamdulillah, ketika itu aku bisa lolos setelah mendapat bala bantuan dari seorang teman. Kebetulan peristiwa itu terjadi tak jauh dari rumah salah seorang teman.. Fyuuhh..

Jadi, hikmah apa yang bisa diambil dari kisahku? Silakan dimaknai sendiri-sendiri. Dan jangan lupa, BERHATI-HATILAH KETIKA HENDAK MEMBELI BENSIN jika tidak mau berakhir sepertiku.. Oke?


Yogyakarta, 13 Desember 2011
Meina Fathimah
www.meidwinna.blogspot.com
#edisi galau tugas akhir#
#Kisah ini tentu saja diangkat dari kisah nyata yang ditambahi sedikit bahkan sangat banyak bumbu-bumbu lebay. Harap maklum, efek samping dari tugas akhir.. So, jangan percayai kisah ini 100% atau anda akan tertipu.. (apa sih, Dwin??) So.. ini kisahku, mana kisahmu? (malah iklan)#

No comments:

Post a Comment

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh...

(Puji syukur kehadirat Allah yang masih memberikan nikmat iman dan Islam pada diri ini..)

Selamat datang di blogku yang mungkin hanya berisi secuil pemikiran dan ungkapan isi hati...

Sungguh, kebenaran datangnya hanya dari Allah. Adapun kesalahan datangnya murni dari diri ini. Untuk itu mohon masukan, kritik, dan sarannya serta mohon dimaafkan atas segala kesalahan. Terima kasih. Selamat menikmati. Semoga bermanfaat dan membawa berkah. Amin

(Mulakanlah dengan membaca Basmalah.... dan akhirilah dengan Hamdalah..)