Bahwa sebuah lagu bisa membangkitkan memori lama adalah
benar. Gara-gara nggak sengaja abis ndengerin lagu Koi no Ame (Love Rain), aku pun merogoh kembali koleksi filmku
untuk menonton ulang J-drama yang berjudul Tsuki
no Koibito (Moon Lovers). Koi no Ame adalah original soundtrack yang dinyanyikan oleh Kubota Toshinobu untuk film
itu.
The genre of that film
is romantic, totally romantic! Although romantic films are not my interest,
Tsuki no Koibito is one the exceptions. Film bergenre romantis umumnya
terlalu mainstream, lebay, gitu-gitu
doank, dengan ending yang hampir
selalu bisa dipastikan happy.
Malesinnya setengah mati sampai pengen banting meja, kursi, atau apapun yang bisa
kubanting. Tapi di film ini, cerita romantisnya dikemas dengan apik dan
menarik.
Tsuki no Koibito is one
of my favourite Japanese drama. Ada beberapa hal sih yang bikin aku tertarik
sama film ini. Tapi tentunya bukan karena sisi romantisnya lho…
cuma kebetulan aja filmnya bergenre romantis. Ketertarikanku pada film ini
lebih pada kekuatan karakter tokoh-tokohnya. Ciri khas orang Jepang yang suka
bekerja keras dan pantang menyerah sangat tergambar jelas. Dan kebetulan, tema
film ini tentang desain interior, so,
masih ada hubungannya lah sama minatku (baca: arsitektur).
Tokoh utama dari film ini adalah Hazuki Rensuke (diperankan
oleh Takuya Kimura), seorang direktur perusahaan interior terbesar kedua di
Jepang. Kalau udah soal pekerjaan, Rensuke
is a hardworking and strong-willed person, but hard-headed, hard-nosed,
cold-hearted, thick-skinned, insensitive and unbelievably annoying person! Ia
menghalalkan segala cara dalam urusan pekerjaan, bahkan dengan cara kotor
sekalipun nggak masalah. Rensuke nggak pernah mau peduli urusan orang lain,
nggak peduli soal perasaan orang-orang yang dia sakiti. Masa bodoh. Nggak
sedikit karyawan maupun rekan kerjanya yang jadi korban sakit hati. Tapi
lucunya, banyak cewek yang tertarik alias jatuh cinta setengah mati sama dia. Walaupun
nyebelinnya minta ampun, Rensuke punya ‘inner beauty’
yang tanpa ia sadari mampu memikat para wanita. Karakternya yang charming dan cool membuat mereka jatuh cinta padanya.
Heroine di film ini
adalah Ninomiya Maemi yang diperankan oleh Shinohara Ryoko. Dia adalah rekan
kerja sekaligus teman dekat Rensuke sejak semasa kuliah. Aku suka banget sama
karakter Maemi. Meski sama-sama workaholic
seperti Rensuke, tapi kelebihan Maemi adalah cheerful, wise, mature, kind-hearted, soft-hearted, easygoing,
good-humoured, etc. What a lovely
woman! Dibandingkan Rensuke, usaha kerja keras Maemi dan kecintaannya pada
pekerjaan lebih tergambar jelas di film ini. Struggle-nya sungguh bikin wow! Pernah dia berhasil menyelesaikan request hanya dalam waktu semalam. Ini
sangat memotivasiku sebagai seorang arsitek!
Ada beberapa pelajaran yang bisa kupetik dari Maemi. Satu, kalau kita bersungguh-sungguh
dalam pekerjaan kita, maka tidak ada yang tidak mungkin (meskipun dalam urusan hasil Allah yang menentukan sih…). Dua, kalau kita mencintai pekerjaan kita maka segalanya akan
berjalan lebih mudah. Tiga, jangan
takut menerima tantangan (dalam hal pekerjaan) meskipun di awal kelihatannya impossible buat diselesaiin. Wow, two thumbs up for Maemi!
Dari tadi baru ngebahas soal Rensuke dan Maemi. Lalu
bagaimana dengan tokoh yang lain? Hm,
sebenernya banyak tokoh pendukung di luar mereka berdua. Tapi, di tulisan ini
aku cuma mau ngebahas soal mereka aja. Karena menurutku cuma mereka yang
karakternya menarik. So, kalau
penasaran dengan tokoh lainnya, nonton sendiri aja ya! :)
Okay, back to Maemi. Bisa
dibilang, Maemi adalah satu-satunya orang yang selalu berada di sisi Rensuke. Sebenernya
banyak wanita yang pernah dekat dengan Rensuke, namun pada akhirnya mereka
selalu meninggalkannya karena lama-lama nggak tahan dengan sikapnya. Cuma Maemi
yang selalu di dekat Rensuke. Cuma Maemi yang bisa memahami Rensuke lebih dari
siapa pun. So, pantes aja kalau
Rensuke merasa nyaman membuka diri pada Maemi dan mengandalkan sahabatnya itu.
Maemi tahu di balik sikapnya yang dingin, Rensuke sebenarnya peduli
dan memiliki hati yang baik. Di balik poker
face-nya, Rensuke sesungguhnya menderita dan kesepian. Namun masa lalunya
lah yang membuatnya menjadi orang yang sadistis seperti sekarang. Untuk itulah sebagai
seorang sahabat yang baik, Maemi selalu berusaha men-support sahabatnya itu. Bahkan konsekuensinya adalah dia harus
mengorbankan perasaan yang diam-diam dipendamnya terhadap Rensuke.
(Haha, sayangnya
Rensuke dan Maemi bukan suami istri. Kalau mereka sudah menikah, pasti oye
banget tuh. Seorang istri yang selalu mendukung, menguatkan, dan mendampingi
suaminya meski seluruh orang di dunia ini meninggalkannya… lebay deh….)
Meski orangnya menyebalkan, dari Rensuke ini aku juga belajar
banyak hal. Belajar tentang karakter manusia. Nggak sedikit satu dua orang atau
bahkan belasan orang di sekeliling kita yang memiliki karakter yang membuat
kita pengen memutilasi mereka (sadis!).
Tapi jangan keburu emosi dulu, cobalah untuk berpikir positif! Contoh nih,
banyak kan dosen killer yang
nyebelinnya setengah mati? Nah, tapi kenapa harus membenci mereka?
Yakinilah setiap orang punya sisi baik di dalam dirinya. Dan
percayalah bahwa manusia itu bisa berubah. Umar bin Khattab ra yang di masa jahiliyah-nya begitu keras membenci
Islam saja bisa dapat hidayah, kenapa orang biasa tidak bisa?
Percayalah setiap orang punya kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Ketika ada orang-orang seperti Rensuke, tugas kita adalah
mengingatkan bukan meninggalkan mereka. Tidakkah kalian percaya dengan kekuatan
doa? Doakan mereka dan selalulah bersikap positif…. :) #NtMS
Well, sebagai
penutup, aku kasih satu lagi sedikit bocoran alias spoiler dari film ini. Sebuah pelajaran lainnya yang bisa kita
petik dari film ini adalah soal jodoh. Jodoh adalah sesuatu yang misteri. Kita
tidak akan pernah bisa menebak siapa yang kelak akan menjadi jodoh kita. Bisa
jadi, orang yang dengannya kita akan bersama kelak adalah seseorang yang sama
sekali tak disangka-sangka. It is not
impossible for an unrequited love becoming a requited love someday, haha. Who
knows?
Jogja, 16 Juni 2013 12:00
Meidwinna Saptoadi
No comments:
Post a Comment