Thursday, January 24, 2013

Refleksi Maulid Nabi : Antara Aktivis Dakwah dan Keteladanan



Tadi pagi bada Subuh aku habis ndengerin kajian di MQfm yang disampaikan oleh Aa Gym. Bertepatan dengan momentum Maulid Nabi, tema yang diangkat adalah tentang riwayat serta tentunya keteladanan dari Nabiyullah Muhammad saw. Siapa sih yang meragukan bahwa beliau adalah teladan terbaik (uswatun hasanah) sepanjang zaman? Nah dari kajian tersebut ada beberapa hal menarik yang kutangkap.

Pertama, dalam kajiannya, Aa Gym menyampaikan bahwa sebelum diangkat menjadi Nabi, Muhammad telah terlebih dahulu mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Beliau telah menjadi kesenangan masyarakat akan baiknya budi pekerti dan kesantunan beliau. Dari situ aku jadi teringat sesuatu, yaitu antara aktivis dakwah dan keteladanan. Nggak sedikit dari mereka yang menurut pandanganku keburu bangga duluan dengan titel atau label yang disandangnya sebagai aktivis dakwah. Takabur, lalu melupakan dasar-dasar tentang akhlak.

Berdakwah sana sini eh tapi lupa untuk bersikap santun, baik dalam bertutur kata maupun bertingkah laku. Ketawa ngakak keras-keras (iya sih di hadapan sesama akhwat atau sesama ikhwan, tapi kan sama aja). Belum lagi konten pembicaraan yang nggak penting alias gosip dengan berdalih mencari solusi, padahal niatnya cuma pengen bikin topik bicara asyik-asyikan.

Masalah-masalah ini agaknya sedikit terabaikan oleh kesibukan sebagai aktivis dakwah. Menganggap ini bukan masalah yang terlalu penting dibandingkan dengan urusan mendakwahi orang seperti masalah jilbab, say no to pacaran, aksi turun ke jalan, politik, kenegaraan, khilafah, dll. Nggak salah memang, tapi bukan berarti melupakan urusan mendakwahi diri sendiri kan? Inget, mendakwahi diri sendiri itu nggak cuma masalah ibadah, tapi juga akhlak.

Terkait akhlak, mungkin ada yang protes begini.

Lha ini udah sifatku begini je. Eits, bad habbits itu bisa dirubah lho. Umar bin Khattab yang keras aja bisa berubah menjadi santun dan lembut setelah berislam. Sifat keras beliau masih ada, hanya saja ditempatkan pada situasi yang tepat saja.

Masa nggak boleh blak-blakan? Eh, siapa bilang blak-blakan nggak boleh? Blak-blakan itu malah bagus menurutku, dalam beberapa hal tertentu tapinya, dan perlu diperhatikan pula adab penyampaiannya.

Aku juga sering denger seorang yang berlabel aktivis dakwah tapi mendapat cap negatif di mata orang lain karena perilaku buruknya.

Aktivis dakwah kok rakus sih?

Ih itu jilbab gedhe tapi naik motor nggak aturan, udah kebut-kebutan, nyelonong gitu aja. Membahayakan orang lain banget. Kasus ini cukup banyak kurasa. Belum lagi cibiran-cibiran seperti : aktivis dakwah kok melanggar peraturan lalu lintas, aktivis dakwah kok jorok, aktivis dakwah kok buang sampah sembarangan, dan lain-lain.

Atau bisa jadi ada yang sampe ekstrem seperti cerita berikut ini.

Dek, tadi temenmu, si Sri dateng ke rumah pas kamu lagi pergi. Eh eh, dia itu aktivis dakwah ya? Tapi kok nggak tahu sopan santun sih, nggak tahu tata krama banget. Masa tadi udah ngebelnya lebih dari tiga kali, masih aja ngotot. Kakak waktu itu lagi sholat, jadi nggak konsen deh. Abis kakak bukain, dia kakak suruh duduk, soalnya dia bilang mau nunggu kamu pulang gitu. Yaudah kakak ajakin ngobrol biar dia nggak bosen. Eh tapi lama-lama kakak jadi males, lha setiap kali kakak nanya sesuatu kok kesannya dijawab sekenanya gitu. Nggak ramah banget, mana nggak pake senyum sama sekali. Trus lagi, makanan setoples yang kakak suguhin ludes. Padahal ada banyak lho. Ya nggak papa sih sebenernya, tapi kok kesannya rakus banget. (Cerita ini mungkin terlalu berlebihan, tapi bisa aja kan terjadi?)

Kedua, Aa Gym menyampaikan setidaknya sebagai seorang pemimpin (aktivis dakwah juga pemimpin kan?) harus berkiblat juga pada empat sifat yang dimiliki oleh Rasulullah saw. Sidiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan), dan fathonah (cerdas).

Sidiq sih iya, boleh lah. Fathonah? Nggak sedikit kok aktivis yang punya IPK bagus, Kalaupun IPK-nya sedang, pengetahuan umum nggak ketinggalan, plus capable deh. So, nggak masalah deh. Tabligh? Jelaslah nggak diraguin, wong hobinya ngisi pengajian, mentoring, liqo di sana sini. Tapi kalo amanah? Hm, belum tentu. Berdakwah sana sini sih, tapi kok omongannya atau janjinya kurang bisa dipegang.

Misalnya pas ditagih kerjaan : Aduh belum selesai nih, minggu depan ya?

Pas minggu depannya ditagih lagi : Aduh ane pekan kemarin ternyata banyak kerjaan. Lusa pagi deh.

Pas lusa siang ditanyain lagi : Iya udah hampir selesai ntar malem aja deh ya! PHP bener dah, obral harapan palsu.

Terkait amanah, ada juga yang nggak bisa jaga rahasia. Udah kayak ember gitu, bocor sana bocor sini (meskipun ada juga yang nggak sengaja sih). Belum lagi urusan pinjam meminjam barang, suka melupakan amanah. Yang pinjem sesuatu tapi nggak balik-balik lah, nggak kotor lah, yang rusak lah.

Dan masih terkait amanah, yaitu : ke-ONTIME-an. Masalah disiplin waktu. It really got my nerve! Ini nih masalah yang bikin irritating banget, karena ini nggak cuma dilakukan segelintir aktivis dakwah, tapi sebagian besar yang kutemui ya begitu itu. Setelah datang terlambat dikiranya cukup dengan bermodalkan afwan, meng-excuse diri atas nama ukhuwah, lalu masalah selesai? Tidak!

Taruhlah pas lagi pengajian dia sering ngajarin jamaah atau binaannya untuk tidak menzalimi orang, eh tapi kok dianya sendiri sering zalim sama orang? Nggak terhitung deh janjian yang terbengkalai karena kengaretannya. Bagi dia, masalah ngaret mungkin sepele, tapi bisa jadi tidak bagi orang lain. Ini bukan hal sepele, its really a very big deal! Ngaret berarti telah merampas waktu orang lain. Di saat seharusnya orang lain bisa melakukan agenda yang lain, malah harus menunggu dengan sabar si tukang ngaret yang entah bakalan dateng berapa jam kemudian, atau bahkan tiba-tiba batal dateng. Heran, apa sih yang sebenarnya orang-orang hobi ngaret ini pikirkan? Ini bukan perkara sepele bung! Selain emang ini perbuatan zalim, jelas-jelas ini juga merusak citra aktivis dakwah.

---

Kenapa sih jadi aktivis dakwah harus banyak tuntunan akhlak? Perlu kita ingat, bukankah para aktivis dakwah itu setidaknya punya kapasitas lebih dalam berislam dibandingkan orang-orang pada umumnya? Mereka adalah orang-orang yang secara sadar berusaha berislam secara kaffah dan mencontoh keteladanan nabi. Dan bukannya akhlak juga bagian dari itu?

Sebagai aktivis dakwah, banyaknya tuntutan yang kita terima dari orang lain itu memang sudah sewajarnya. Mereka mengkritik karena berharap aktivis dakwah dapat menjadi teladan bagi mereka. Mereka sayang sama kita, berharap aktivis dakwah nggak tercoreng citranya. So, harusnya kita berterima kasih donk dapet kritikan seperti itu. masih banyak yang peduli dengan kita. Adanya kritikan-kritikan itu akan memacu kita untuk menjadi lebih baik. Maka berbesarhatilah ketika dikritik, dan berjanjilah pada diri sendiri untuk memperbaikinya. Bukannya malah masa bodoh atau tutup kuping.

Biar begitu, aktivis dakwah memang hanyalah manusia biasa. Manusia biasa tempatnya salah dan lupa. Manusia biasa yang masih dalam tahap belajar. Tapi kapan mau menjadi baik kalau tak ada usaha atau kemauan untuk berubah baik mulai dari sekarang? Mau sampai kapan ketawa ngakak nggak keruan? Mau sampai kapan mau dicap sebagai tukang ngaret? Mau sampai kapan dicap sebagai orang yang nggak amanah? Yuk kita ubah image itu mulai dari sekarang, berbenah diri menjadi lebih baik J


Yogyakarta, January 24, 2013
Meina Fathimah
~in my self-reflection~

No comments:

Post a Comment

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh...

(Puji syukur kehadirat Allah yang masih memberikan nikmat iman dan Islam pada diri ini..)

Selamat datang di blogku yang mungkin hanya berisi secuil pemikiran dan ungkapan isi hati...

Sungguh, kebenaran datangnya hanya dari Allah. Adapun kesalahan datangnya murni dari diri ini. Untuk itu mohon masukan, kritik, dan sarannya serta mohon dimaafkan atas segala kesalahan. Terima kasih. Selamat menikmati. Semoga bermanfaat dan membawa berkah. Amin

(Mulakanlah dengan membaca Basmalah.... dan akhirilah dengan Hamdalah..)