Monday, September 19, 2011

Yang Muda yang Tak Beretika


Di suatu pagi di bulan September di salah satu sudut Kota Yogyakarta, seorang ibu muda tengah mengemudikan sebuah mobil Grand Livina warna abu-abu. Ia hendak pulang ke rumah usai mengantarkan anaknya berangkat sekolah. Muda? Melihat penampilannya, orang pasti mengira usianya masih berkepala tiga, padahal sebenarnya si Ibu telah menginjak kepala lima. Dimana dengan usianya, ia seharusnya lebih pantas dipanggil ”nenek”. Namun rupanya, usia tak menghalangi ibu itu beraktivitas ke sana ke mari. Ia masih sangat energik yang bahkan lebih energik dari anak muda jaman sekarang, mungkin.

Di perempatan Sagan, si Ibu menghentikan mobilnya demi mematuhi lampu apill yang telah berubah menjadi merah. Si Ibu yang pernah lama tinggal di luar negeri tentunya sangat memahami urgensi mematuhi peraturan lalu lintas. Ia mengambil posisi di lajur tengah karena hendak mengambil jalan lurus, dari arah barat menuju timur. Sementara di samping kanannya sebuah mobil Terios putih berplat AD berhenti di lajur untuk belok kanan alias menuju selatan.

Tak lama kemudian, lampu apill berubah menjadi hijau. Roda-roda mobil pun bergerak sesuai kehendak tuannya, begitu pun mobil abu-abu si Ibu. Tiba-tiba sesuatu mengagetkannya. Dari arah kanan, mobil abu-abu miliknya ditabrak oleh sebuah mobil yang tak lain adalah mobil Terios putih berplat AD tadi. Gila! Lebar jalan di sebelah timur perempatan Sagan menyempit, sehingga mobil Terios yang ngawur itu terjepit di antara mobil si Ibu dengan kendaraan dari arah yang berlawanan. Karena panik, sebelum posisi mobilnya benar-benar terjepit, pengemudi Terios tadi tanpa pikir panjang memaksakan menyalip mobil si ibu. Dan... DUAKK!!

Bukannya berhenti dan menepikan mobilnya, pengemudi Terios yang tak tahu etika itu malah bablas, tanpa klarifikasi, tanpa minta maaf. Tabrak lari. Si Ibu yang telah makan asam garam jalanan tentu saja geram melihat tingkah tak tahu diri pengemudi itu. Si Ibu tak mau kalah, ia langsung saja tancap gas mengejar si penabrak demi meminta klarifikasi, demi sebuah etika.

Semakin dikejar, pengemudi itu bukannya berhenti tetapi malah semakin melajukan Terios-nya. Tak mungkin si Pengemudi itu tak sadar dirinya dikejar. Saat tengah mengejar si Penabrak, tiba-tiba seorang polisi lalu lintas menghentikan mobil si Ibu untuk menyeberangkan seorang pejalan kaki.

”Maaf, Pak! Saya terus ya?” pinta si Ibu membuka kaca mobilnya.

”Lho, kenapa Bu?” tanya Pak Polisi heran.

”Saya mau mengejar mobil yang tadi menabrak saya!”

”Lho? Kok nggak dikejar e Bu?” Pak Polisi malah balik bertanya.

”Lha wong ini malah disuruh berhenti sama Bapak tho?”

”Oh iya dink. Udah Bu, dikejar aja!! Silakan, silakan!!”

”Makasih, Pak!”

Si Ibu berpamitan pada Pak Polisi, melanjutkan pengejarannya. Namun tak disangka mobil yang dikejarnya malah sudah menepikan diri saat si Ibu sedang berbicara dengan polisi. Rupanya si Pengemudi Terios takut dilaporkan ke polisi. Di belakang mobil si Penabrak, si Ibu menepikan mobilnya. Ia pun turun dari mobil, nyamperin orang tak tahu etika itu. Sementara si Pengemudi Terios tetap tak beranjak dari mobilnya.

Si Penabrak rupanya seorang pemuda kepalang tanggung. Ia duduk di belakang setir, tak beranjak sedikit pun bahkan setelah tahu ia berhadapan dengan orang yang jauh lebih tua darinya. Oalaaah.. bocah ra tau sopan santun!

”Maaf, mas.. setelah nabrak kok nggak berhenti ya?” ujar si Ibu mengawali.

”Lho, harusnya ibu tahu donk posisi saya gimana,” pemuda itu malah balik menyalahkan si Ibu.

Dalam hati si Ibu berpikir, bukankah si Pemuda ini yang salah? Seharusnya ia tadi belok kanan alias ke arah selatan, eh.. tahunya malah lurus. Salah siapa?

”Lagipula mobil ibu cuma kena spionnya saja. Kenapa ibu malah lapor polisi? Padahal saya sebenernya malas pake berurusan sama polisi. Coba kalau mobil saya sudah gini, siapa yang nanggung?” lanjut pemuda itu nerocos.

Si Ibu kembali berpikir? Bagaimana pemuda di depannya ini bisa tahu kondisi mobil Terios putih miliknya, lha wong nggak ngecek sama sekali?

”Saya mah nggak masalah sama spion saya. Tapi harusnya Mas tahu donk, kalau ada kejadian kayak gini tuh etikanya ya berhenti. Lagipula kalau emang Mas nggak mau urusan ini lanjut ke polisi, kenapa nggak menepi dari tadi? Kita kan bisa selesaikan masalah ini baik-baik..” balas si Ibu.

Sebenarnya tadi si Ibu memang tak berniat melaporkan ke polisi, hanya kebetulan saja polisi muncul di depan mata. Mau gimana lagi?

“Lha terus ini gimana?” si Pemuda meminta pertanggungjawaban. Lho?

“Ya makanya ini diselesakan ke polisi biar tahu mana yang benar mana yang salah.”

”Saya nggak mau direpotin sama polisi!!”

Hal ini sebenarnya membuat si Ibu curiga. Pemuda itu ngotot tak mau berurusan dengan polisi jangan-jangan karena tidak mempunyai SIM? Nah lho.. tetapi si Ibu urung menanyakannya.

”Ya udah! Tapi lain kali jangan diulang seperti ini lagi. Kalau ada masalah di jalan sebaiknya segera turun..” nasihat si Ibu.

”Ya udah!!” jawab pemuda itu seolah mengusir si Ibu yang masih tak beranjak dari sisi kanan mobilnya. Ealah... anak muda..

Respon yang kurang ajar membuat si Ibu jadi kesal dan tak habis pikir sehingga ia pun mengurungkan niatnya untuk mengecek mobil si Penabrak. Ya, niat awal si Ibu mendatangi mobil penabrak selain mengklarifikasi, juga untuk mengecek kondisi mobil Terios putih itu. Namun polah tingkah si Pemuda membuatnya malas berbaik hati. Lha wong si pemilik mobilnya saja nggak peduli mobilnya sendiri, kenapa harus berbaik hati padanya? Akhirnya si Ibu kembali masuk mobil dan melaju meninggalkan pemuda tanggung itu.

Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, si Ibu kembali mengingat-ingat kejadian tadi. Ngeyel-ngeyelan dengan pemuda itu mengingatkan si Ibu pada anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Duh, anak segedhe gitu kok tingkah lakunya masih kayak anak SD. Si Ibu hanya bisa geleng-geleng kepala.

Dalam hati, si Ibu hanya bisa menangis. Miris. Ia yakin tak sedikit orang Indonesia yang bertingkah laku seperti pemuda tadi. Mengaku benar padahal salah. Melanggar lalu lintas tapi tak peduli. Betapa banyak pengemudi amatir di Indonesia ini? Mereka sok-sokan bawa sepeda motor sendiri, bawa mobil sendiri.. padahal tahu aturan saja tidak. Mau sampai kapan masalah ini akan berlanjut? Tanya kenapa?

Hal yang tak kalah membuat si Ibu miris adalah kenyataan bahwa orang yang dihadapinya tadi adalah seorang pemuda. Seburuk itukah etika generasi masa kini? Apakah buruknya generasi masa kini disebabkan oleh kegagalan para generasi sebelumnya dalam mendidik mereka? Mau dibawa kemana Indonesia?

Ah, namun begitu.. si Ibu menyadari masih banyak kok generasi masa kini yang tahu sopan santun dan berbudi luhur. Dalam hati, si Ibu berjanji tidak boleh ada satupun anak cucunya yang menjadi manusia tak tahu adat dan tak tahu aturan. Dan untuk Indonesia, si Ibu hanya bisa berdoa semoga Allah memberikan yang terbaik. Karena Indonesia tak boleh dan tak bisa terpuruk selamanya..

Yogyakarta, 19 September 2011

Meyna Fathimah

www.meidwinna.blogspot.com

*Kisah ini diangkat dari kisah nyata*

2 comments:

  1. kata-kata di ahir cerita memberikan dorongan besar akan sebuah cita-cita

    berjanji bahwa kita kelak akan mendidik anak-anak kita menjadi pribadi yg tidak saja beretika, tapi juga menjadi penebar islam melalui perilaku pelangi yg memancarkan warna Ilahi :p

    dwinna... motherhood banget si \^_^/

    ReplyDelete
  2. makasih kiki.. :)
    semoga tulisan ini bisa menginspirasi..amin..

    ReplyDelete

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh...

(Puji syukur kehadirat Allah yang masih memberikan nikmat iman dan Islam pada diri ini..)

Selamat datang di blogku yang mungkin hanya berisi secuil pemikiran dan ungkapan isi hati...

Sungguh, kebenaran datangnya hanya dari Allah. Adapun kesalahan datangnya murni dari diri ini. Untuk itu mohon masukan, kritik, dan sarannya serta mohon dimaafkan atas segala kesalahan. Terima kasih. Selamat menikmati. Semoga bermanfaat dan membawa berkah. Amin

(Mulakanlah dengan membaca Basmalah.... dan akhirilah dengan Hamdalah..)